Monday, September 23, 2024

Kisah Perjalanan Ke Lausanne Swiss, Kota Yang Sepi Tapi Serba Mahal

Kisah Perjalanan Ke Lausanne Swiss, Kota Yang Sepi Tapi Serba Mahal

Pada bulan September 2024, saya berkesempatan mengunjungi Swiss, negara dengan keindahan alam yang luar biasa dan biaya hidup yang tinggi. Perjalanan ini memberi saya banyak pelajaran berharga, baik dari segi pengalaman visual maupun persiapan keuangan.

Perjalanan dimulai dari Jakarta menuju Geneva dengan transit di Dubai. Bandara Internasional Dubai adalah salah satu bandara tersibuk di dunia, dan saya langsung merasakannya selama transit yang berlangsung sekitar 3 jam. Keramaian di terminal sangat padat, dan dibutuhkan hampir satu jam hanya untuk berjalan dari pesawat yang baru mendarat menuju gate penerbangan lanjutan. Bandara ini terasa seperti kota tersendiri, dengan lautan manusia dari berbagai belahan dunia berlalu-lalang di koridor yang sangat luas.

Setelah mendarat di Geneva, pengalaman di bandara Swiss sangat berbeda. Bandara Geneva terasa jauh lebih tenang dan lengang dibandingkan dengan hiruk-pikuk di Dubai. Tidak banyak pesawat yang terparkir, dan suasana bandara cukup tenang dan terorganisir. Rasanya seperti memasuki dunia yang berbeda—lebih teratur, damai, dan sepi. Saya bisa dengan mudah menemukan jalan keluar dari bandara tanpa harus terburu-buru, sebuah kontras yang menenangkan setelah pengalaman di Dubai.

Dari bandara, saya melanjutkan perjalanan dengan kereta SBB CFF FFS menuju Lausanne. Meskipun harganya cukup tinggi, keretanya sangat nyaman dan efisien, memberi saya gambaran awal tentang betapa mahalnya biaya hidup di Swiss.

Saat berada di Lausanne, saya menginap di hotel dengan biaya hampir 5 juta rupiah per malam. Meski hotelnya tidak terlalu mewah, biaya akomodasi yang tinggi ini menjadi salah satu tantangan utama dalam perjalanan, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun, suasana tenang dan kota yang indah sedikit meredakan rasa terkejut akan harga-harga di Swiss.

Selanjutnya, saya melakukan perjalanan ke Interlaken dengan kereta Panoramic yang menawarkan pemandangan pegunungan Alpen yang luar biasa. Pemandangan spektakuler ini benar-benar sebanding dengan harga tiketnya yang mahal. Pegunungan bersalju, lembah hijau yang luas, dan danau biru yang jernih menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.

Di Interlaken, saya juga sempat berbelanja oleh-oleh khas Swiss, seperti cokelat dan pisau lipat Victorinox yang terkenal. Meskipun harga barang-barang ini cukup mahal, kualitasnya memang tidak diragukan. Saya merasa senang bisa membawa pulang sedikit bagian dari Swiss sebagai kenang-kenangan.

Setelah puas menjelajahi Interlaken, saya mengunjungi Bern, ibu kota Swiss yang mempesona. Sungai Aare yang melintasi kota ini memberikan suasana damai, tetapi kunjungan saya ke sungai ini juga membawa makna mendalam. Ini adalah lokasi di mana putra Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat, mengalami kecelakaan tragis dan meninggal dunia. Sungai yang tenang ini menjadi tempat refleksi yang mendalam bagi saya, mengingatkan bahwa setiap momen dalam hidup ini sangat berharga.

Bern, dengan keindahan klasiknya, juga memiliki biaya hidup yang tinggi. Bahkan untuk sekadar menikmati kopi di tepi Sungai Aare, saya harus mengeluarkan 7 hingga 10 CHF. Namun, setiap sudut kota ini menawarkan pemandangan dan pengalaman yang memikat.

Perjalanan ini mengajarkan saya banyak hal tentang keindahan, persiapan, dan apresiasi terhadap pengalaman hidup. Meskipun Swiss mahal dalam banyak hal, pemandangan alam dan pengalaman budayanya benar-benar tak ternilai.

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search